Adab Buang Hajat Yang Sering Dilalaikan

Adab Buang Hajat Yang Sering Dilalaikan

Oleh Ustadz Makmur Dongoran, Lc, M.S.I. (Pembina dan Pengasuh KSI)

Kasus yang sering terjadi di sebagian masjid

Sering kita temukan di berbagai masjid ada toilet yang dibuat secara berdekatan, dengan model terbuka. Dan bagi orang yang ingin buang air kecil, dia harus berdiri dan kadang-kadang auratnya pun terbuka. Tentunya model yang semacam ini bertentangan dengan adab dalam buang hajat.

Dan sangat disarankan bagi pengurus masjid di manapun berada agar melek terhadap adab, sunnah dan hukum seputar masjid. Salah satunya adalah model desain pembuatan toilet yang ada hubungannya adab dalam buang hajat. Karena toilet yang dibangun dengan model berdiri dan terbuka, besar kemungkinan akan berdampak pada tiga hal:

  1. Auratnya akan tersingkap
  2. Air kencing yang notabenenya najis, bisa menyebar ke pakaian
  3. Merusak etika buang hajat

عَنْ اَلْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ رضي الله عنه قَالَ: ( قَالَ لِي اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم خُذِ اَلْإِدَاوَةَ فَانْطَلَقَ حَتَّى تَوَارَى عَنِّي فَقَضَى حَاجَتَهُ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْه

“Dari Al-Mughirah Ibnu Syu’bah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda padaku: “Ambillah bejana itu. “Kemudian beliau pergi hingga aku tidak melihatnya lalu Beliau buang air besar”. Muttafaq Alaihi

Apakah menjauh dari jangkauan manusia ketika buang hajat hukumnya wajib?

Imam Al-Shan’ani (1182 H) dalam subul as-salām (199) menjelaskan bahwa hadits di atas menjadi dalil dianjurkannya menjauh dari jangkauan manusia ketika buang hajat. Walaupun dilihat dari aspek dilālah (maksud hadits) tidak menunjukkan hukum yang wajib. Sebab hadits di atas ditunjukkan dengan perbuatan.

Dalam kaidah ushūliyah disebutkan:

الفعل المجرد لا يقتضي للوجوب

“Perbuatan semata tidak menunjukkan hukum itu wajib”.

Kaidah ini menjelaskan kalau hanya perbuatan Rasulullah saja tanpa didukung dengan perintah beliau tidak menunjukkan hukum tersebut wajib.

Hikmah menutup diri ketika buang hajat

Namun walaupun hadits di atas tidak menujukkan kewajiban menjauh dari jangkauan manusia, tetapi ditemukan ada banyak hadits yang menunjukkan kewajiban “menutup aurat”. Sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah, dari sahabat Abu Hurairah-radiallahu anhu:

ومن أتى الغائط فليستتر، فإن لم يجد إلا أن يجمع كثيباً من رمل فليستدبره؛ فإن الشيطان يلعب بمقاعد بني آدم، من فعل فقد أحسن ومن لا فلا حرج

“Siapa yang datang ke tempat buang hajat, maka hendaklah ia menutupinya, apabila ia tidak menemukan kecuali sekumpulan kerikil, maka hendaklah ia lakukan (berada di belakang kerikil tersebut), karena sesungguhnya syaithan bermain-main di tempat buang hajat anak Adam, jika ia sudah melakukan itu makai a telah berbuat baik, jika tidak bisa dilakukan maka tidak mengapa”.

Hadits Abu Hurairah ini diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad (2/371), Abu Dawud dalam Sunan (35), Ibnu Majah dalam Sunan (1/121).

As-Shan’ani (1182 H)  dalam subul as-salām (119) menyimpulkan bahwa berdasarkan kumpulan hadit-hadits di atas, maka dianjurkan untuk menutupi tempat buang hajat secara mutlak, walaupun tidak ada manusia yang melihat, karena qarīnah (factornya) sangatlah jelas disebutkan oleh Nabi “karena sesungguhnya syaithan bermain-main di tempat buang hajat manusia”.

Kalau seandainya pun tempat buang hajatnya di tempat sepi, tetap dianjurkan untuk menutupi meskipun hanya dengan kumpulan-kumpulan kerikil.

Semoga bermanfaat.

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *