Fiqih Puasa (Bagian Pertama)
Kapan Berniat untuk Puasa
عن حفصة أم المؤمنين أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: (من لم يبيت الصيام قبل الفجر فلا صيام له) رواه الخمسة، ومال الترمذي والنسائي إلى ترجيح وقفه، وصححه مرفوعاً ابن خزيمة وابن حبان، وللدارقطني: (لا صيام لمن لم يفرضه من الليل)
Dari Hafsah-Ummul Mukimin-bahwa Nabi-shallallahu ‘alaihi wa sallam-bersabda: siapa yang tidak meniatkan puasa sebelum waktu fajar, maka tidak sah puasanya”. (HR. Al-Khamsah, dan Imam At-Tirmidzi dan An-Nasa’I lebih condong pada status haditsnya secara mauquf, dan imam Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban lebih menguatkan hadits di atas secara marfu. Dan dalam Riwayat Ad-Daruqutni: Tidak sah puasa bagi siapa yang tidak meniatkan puasa pada sebagian malam).
Imam As-Shan’ani dalam Subul Salam (1/632) menjelaskan “hadits ini menjelaskan bahwa tidak sah puasa kecuali dengan tabyit an-niyah yaitu meniatkan puasa di salah satu bagian dari malam hari.
Dan awal waktu mulai boleh meniatkan puasa adalah waktu Magrib, sebab puasa adalah ibadah, dan ibadah harus berdasarkan niat. Maka niat puasa tidak akan sah, kecuali dilakukan pada salah satu bagian dari malam hari”.
Faidah:
- Wajib niat puasa Ramadhan
- Niat tidak perlu diucapkan. Karena niat secara Bahasa artinya adalah tersembunyi. Dan Nabi-shallallahu alaihi wa sallam-dan para sahabat tidak pernah mengucapkan niat secara keras.
- Niat tidak sah jika dilakukan di siang hari. Sebab suatu ibadah diniatkan sebelum pelaksanaan. Sedangkan pelaksaan puasa dilakukan di siang hari bukan di malam hari.
- Batas maksimal niat puasa adalah waktu Fajar, jika setelah Fajar maka tidak sah niat puasa.
Ditulis oleh ustadz Makmur Dongoran, Lc, M.S.I (Pembina KSI)